
Mereka memanggilnya dengan sebutan Eyang Merapi. "Bapak lihat bukit  kecil di atas itu? Itu namanya gunung Wutah, gapuranya atau pintu  gerbangnya kraton Eyang Merapi". Sebaris kalimat dengan nada bangga itu  meluncur begitu saja dari Bangat, seorang penduduk asli Kinahrejo  Cangkrinagan Sleman, sesaat setelah kami menapaki sebuah ara tandus  berbatu tanpa hiasan pepohonan sebatang pun. 
Masyarakat setempat meyakini, kawasan wingit yang diapit oleh dua  buah gundukan kecil itu memang dikenal sebagai pelatarannya keraton  Eyang Merapi. Untuk naik ke sana, diingatkan agar uluk salam, atau  sekadar minta permisi begitu di atasnya. "Kulo nuwun Eyang, kulo ingkang  sowan, sumangga silakna rikma niro," imbuh istri Bangat, Suharjiyah,  sembari menuntun kami untuk menirukan lafal tersebut. 
Tenyu saja, imbauan sepasang suami istri yang tubuhnya kian keriput  dimakan usia itu bukan tanpa alasan. Menurutnya, sang penguasa kraton  Merapi sangat tersinggung bila ada pendatang baru yang neko-neko  (berbuat macam-macam), pethakilan (bertingkah tidak senonoh) tanpa  memberi uluk salam (permisi). Hal-hal tersebut jika dilanggar akibatnya  akan sangat fatal. "Mereka yang sama sekali tidak mengubris pakem kultur  tersebut jelas akibatnya akan fatal, biasanya akan tersesat hingga  kecebur jurang," tegas Bangat. 
Satu hal yang perlu diingat, setiap pendatang baru di kawasan  Kinahrejo niscaya bakal celaka bila sampai menyakiti hati penduduk  setempat. "Nantinya bisa-bisa kuwalat jadinya," imbuh Bangat. Sekejam  itukah? "Sebenarnya sih enggak. Cuma memang, Eyang Merapi itu nggak suka  kalau kampung sini (Kinahrejo, Red) jadi sasaran perbuatan yang nggak  terpuji. Masalahnya, warga sini sebetulnyakan masih termasuk rakyatnya  kraton Eyang Merapi. Nggak percaya? Coba saja Bapak perhatikan dan  tanyakan kepada warga sini, apa pernah wilayah ini terkena semburan  lahar panas Merapi? Pasti jawab mereka tidak," terang Bangat. 
Ditambahkan, beberapa warga setempat menggambarkan sosok penguasa  kraton Merapi dengan makhluk yang menyeramkan, namun berhati mulia dan  tidak bermaksud jahat, "Dia adalah pengayom masyarakat setempat," tandas  Suharjiyah. Besarnya rasa percaya masyarakat setempat terhadap  keberadaan Eyang Merapi membuat mereka yakin bahwa akan hal-hal yang  mistis yang terjadi menimpa masyarakat. Misalnya, pintu gerbang kramat,  penduduk yang tinggal di lereng gunung Merapi itu percaya bahwa pintu  gerbang tersebut penangkal dari segala marabahaya. 
Pintu gerbang yang berdiri selama 9 abad itu nyaris pernah tersentuh  bencana gunung Merapi. Padahal secara teknis daerah tersebut termasuk  daftar daerah bahaya. Hal itu juga tak lepas dari keberadaan dua buah  bukit (Wutah dan Kendit) yang berfungsi sebagai benteng desa-desa  sekitar Kinahrejo. "Bukit Kendit maupun bukit Wutah itu kan masih masuk  dalam wilayah kekuasan Eyang Merapi. Itukan pasebannya (tempat untuk  menghadap raja) kraton Eyang Merapi. Jadi nggak mungkin Eyang akan tega  membinasakan orang yang memang sudah lama mendiami tempat sekitar itu,"  Bangat menjelaskan lebih jauh. 
Memang, dibandingkan penduduk desa lainnya, nasib penghuni desa  Kinahrejo dan sekitarnya termasuk yang beruntung. Selain merupakan desa  yang nyaris selalu luput dari ancaman bahaya lahar panas Merapi, desa  yang konon termasuk desa kesayangan Eyang Merapi itu juga menjadi sebuah  reresentasi dari sebuah suasana kehidupan yang serba nyaman dan  tentram. 
Tak aneh kalau dikemudian hari kerap muncul sindirin dikalangan  penduduk setempat kepada warga diwilayah barat daya gunung Merapi yang  kerap jadi langganan bencana lahar. "Kalau ingin hidup tenang tentram,  pindahlah kemari. Eyang Merapi kan selalu melindungi kami," ujar  Wardiyah, salah seorang warga yang mengaku penduduk asli desa Kinahrejo.  
Ucapan Wardiyah tersebut memang ada benarnya. Penduduk desa Kinahrejo  seolah telah mendapat garansi dari Eyang Merapi. Pendek kata, selagi  mereka patuh terhadap segala peraturan yang ada misalnya selalu  mempersembahkan bulu bekti berupa persembahan sesajian serta selalu  melakukan ritual labuhan setiap tahunnya, mereka yakin dan optimis bahwa  mereka akan senantiasa terhindar dari ancaman letusan Merapi. 
Sumber : pos metro balikpapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar